Prihatin Alih Fungsi Hutan

Prihatin Alih Fungsi Hutan
Berbagai konflik lahan yang muncul di Kabupaten Nunukan salah satunya disebabkan alih fungsi hutan yang dilakukan tanpa prosedural.

PRIHATIN. Itu jawaban yang muncul dari Abdul Wahab Kiak, Wakil Ketua DPRD Nunukan ketika ditanyakan soal beberapa kasus lahan yang sedang dialami masyarakat Nunukan. Konflik yang paling sering terjadi adalah antara perusahaan dengan kelompok tani di kawasan Simenggaris dan Sebuku. ”Jujur ya, konflik lahan itu muncul karena kebijakan yang tumpang tindih. Ada yang dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Semua merasa sebagai yang punya hutan,” kata Wahab. Kalau mengacu pada Undang-undang, kata Wahab, hutan adalah ’wilayahnya’ Menteri Kehutanan. Semua aktivitas di atasnya, mulai penguasaan lahan sampai penebangan kayu izinnya dari Menteri Kehutanan. Sedangkan pemerintah daerah, kata Wahab, tidak punya wewenang kecuali berupa rekomendasi seperti izin lokasi. ”Masalahnya, walaupun hutan itu punya Menhut, tapi di daerah disuruh menjaganya. Dephut tidak mampu menjaga hutan sehingga mudah dirambah orang,” kata Wahab. Karena hutan menjadi wilayah ’kekuasaan’ Menhut, maka pemerintah di daerah tidak bisa semena-mena memperlakukan kawasan hutan. Misalnya mengatasnamakan kepentingan rakyat, lalu mengizinkan membuka lahan hutan. ”Kawasan hutan di Nunukan sudah diatur peruntukkannya berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kalau aturan itu ditabrak begitu saja, maka sudah terjadi penyalahgunaan wewenang,” ujar Wahab Ia mencontohkan beberapa kasus alih fungsi hutan yang terjadi di daerah itu. Misalnya pemberian izin perkebunan kepada empat perusahaan di kawasan Simenggaris, yakni PT Nunukan Jaya Lestari (NJL 17.413 hektare), PT Sebakis Inti Lestari (SIL 20.000 hektare), PT Sebuku Inti Plantation (SIP 20.000 hektare) dan PT Pohon Emas Lestari (PEL 3.000 hektare) Kemudian juga hutan lindung Nunukan yang telah dibebani aktivitas proyek pembangunan jalan serta pembangunan pencetakan sawah di Sembakung. ”Semua itu mengalami peralihan fungsi hutan. Ada kerugian negara karena kayu tegakan sudah ditebang,” ujarnya Sebagai pimpinan di dewan Wahab Kiak mengakui kurang memahami mengapa muncul kebijakan alih fungsi hutan di daerah itu. Padahal kebanyakan yang dialihfungsikan masih berstatus KBK (kawasan budidaya kehutanan) di mana kayunya masih potensial secara ekonomis. ”Apalagi, saat ini yang saya ketahui usulan RTRW untuk seluruh Kaltim ditolak oleh pemerintah pusat. Jadi, RTRW yang tahun lalu diupayakan perubahannya oleh para bupati dan walikota se-Kaltim tidak bisa dipakai. Nah, bagaimana nasib warga yang telah terlanjur melakukan aktivitas ekonomi di lahan-lahan yang dialihfungsikan,” ujar politisi dari PDI Perjuangan ini. *ch siahaan, adver

0 komentar:






Copyright © 2008 - Anak Perbatasan - is proudly powered by Blogger
Blogger Template